Pages

Sabtu, 16 November 2013

Manusia, dari Sudut Pandang Filsafat


Manusia adalah maujud kompleks yang mempunyai beberapa dimensi wujud. Dari satu sisi,
manusia adalah jisim unsur yang mempunyai sifat-sifat seperti: berat, panjang, lebar, kedalaman, bentuk, warna dan sifat-sifat lainnya. Dari sisi lain, ia adalah jisim yang dapat tumbuh dan berkembang (jisim nâmi), yaitu makan, tumbuh dan melahirkan. Oleh karena itu, selain manusia merupakan jisim unsur ia juga mempunyai ruh tumbuhan yang membedakannya dari benda-benda mati. Di sisi lain, ia juga seekor hewan yang mempunyai gerak, keinginan dan emosi. Dan, diri hewani inilah yang membuatnya berbeda dari benda mati dan tumbuhan. Untuk memahami dan berhubungan dengan objek luar ia juga mempunyai lima pancaindera lahir, yaitu kemampuan penglihatan, pendengaran, perabaan, perasaan dan penciuman.


Dari dimensi materi, manusia memiliki seluruh yang dimiliki jisim unsur, jisim nâmi dan hewan. Selain semua itu, manusia juga mempunyai permata yang sangat berharga yaitu yang dinamakan diri berakal (nafs 'âqilah). Diri berakal manusia adalah maujud yang terbebas dari materi dan sifat-sifatnya, yang dengannya manusia dapat berpikir dan memahami hakikat-hakikat dan pemahaman-pemahaman universal. Dengan permata yang sangat berharga inilah manusia memiliki kelebihan dari hewan-hewan lain, dan permata yang sangat berharga ini merupakan zat dan esensi manusia, bukan sifat yang dapat terlepas darinya. Oleh karena itu, manusia adalah spesies tersendiri yang dari sisi zat dan esensinya berbeda dari seluruh hewan lainnya.


Perlu saya sebutkan di sini bahwa manusia mempunyai banyak dimensi wujud, namun dari sisi zat ia tidak lebih dari satu hakikat. Bukan berarti bahwa diri berkembang (nafs nâmi), diri hewani dan diri insani pada manusia merupakan tiga wujud yang benar-benar ada dan manusia mempunyai tiga diri. Tidak demikian, melainkan yang dimaksud ialah manusia tetap hanya merupakan satu hakikat, namun hakikat yang mempunyai tiga peringkat wujud. Peringkat terendah diri manusia adalah melaksanakan pekerjaan tumbuhan, peringkat yang lebih tinggi dari itu melaksanakan pekerjaan hewan, dan peringkat tertinggi adalah berpikir dan mengerjakan segenap pekerjaan manusia.


Pada saat mengatakan berat, bentuk, warna dan dimensi materi, maka ia sedang memberitahukan tentang peringkat jasmani atau jisim unsurnya. Pada saat ia mengatakan makanan, pertumbuhan dan melahirkan, maka ia tengah menceritakan tentang peringkat jisim nâmi-nya. Pada saat ia mengatakan gerak, keinginan dan emosinya, maka ia sedang memberitahukan tentang peringkat hewaninya. Dan pada saat ia mengatakan pemikiran dan pemahamannya, maka ia sedang menceritakan tentang ruh abstrak (mujarrad) dan peringkat kemanusiaannya.


Oleh karena itu, di samping manusia itu merupakan satu hakikat namun ia mempunyai beberapa diri: diri jasmani, diri tumbuhan, diri hewani dan diri manusia, namun yang menjadi substansi dan kelebihan manusia ialah diri manusianya.


Ruh manusia adalah substansi mujarrad yang berasal dari alam malakut yang tidak akan terkena kerusakan dan ketiadaan, dan akan tetap ada untuk selamanya. Ruh manusia adalah maujud mujarrad namun bukan mujarrad sempurna melainkan mujarrad tidak sempurna, yang dari sisi peringkat rendah wujudnya mempunyai kaitan dengan jisim dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan materi. Oleh karena itu, manusia harus bergerak menuju kesempurnaan. Dari satu sisi manusia adalah hewan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan hewan, sementara dari sisi lain manusia adalah manusia dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan manusia.


Maujud yang mengagumkan ini pada awal wujudnya tidak sempurna, namun secara bertahap ia membangun dan mengembangkan dirinya. Keyakinan dan karakter yang bersumber dari perbuatan dan gerak akan menyampaikan wujud manusia kepada kesempurnaan.


Masalah-masalah yang disebutkan di atas dan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan diri (nafs) telah dibahas dalam buku-buku filsafat dan buku-buku ilmu kalam, dan para cendekiawan dan filosof Islam telah membahas masalah-masalah ini secara rinci dan panjang lebar, namun memasuki pembahasan tersebut akan membuat kita terhalang melanjutkan apa yang menjadi pokok pembahasan kita yaitu mengenai pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam masalah ini alangkah baiknya bagi para pembaca budiman menelaah buku-buku filsafat dan ilmu kalam, dan pembahasan ini kita lanjutkan dengan menjelaskan pandangan Islam dan al-Quran tentang manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar